Sabtu, 28 Mei 2011

Prasejarah

Prasejarah atau nirleka (nir: tidak ada, leka: tulisan) adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada masa di mana catatan sejarah yang tertulis belum tersedia. Zaman prasejarah dapat dikatakan bermula pada saat terbentuknya alam semesta, namun umumnya digunakan untuk mengacu kepada masa di mana terdapat kehidupan di muka Bumi dimana manusia mulai hidup.
Batas antara zaman prasejarah dengan zaman sejarah adalah mulai adanya tulisan. Hal ini menimbulkan suatu pengertian bahwa prasejarah adalah zaman sebelum ditemukannya tulisan, sedangkan sejarah adalah zaman setelah adanya tulisan. Berakhirnya zaman prasejarah atau dimulainya zaman sejarah untuk setiap bangsa di dunia tidak sama tergantung dari peradaban bangsa tersebut. Salah satu contoh yaitu bangsa Mesir sekitar tahun 4000 SM masyarakatnya sudah mengenal tulisan, sehingga pada saat itu, bangsa Mesir sudah memasuki zaman sejarah. Zaman prasejarah di Indonesia diperkirakan berakhir pada masa berdirinya Kerajaan Kutai, sekitar abad ke-5; dibuktikan dengan adanya prasasti yang berbentuk yupa yang ditemukan di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur baru memasuki era sejarah.
Karena tidak terdapat peninggalan catatan tertulis dari zaman prasejarah, keterangan mengenai zaman ini diperoleh melalui bidang-bidang seperti paleontologi, astronomi, biologi, geologi, antropologi, arkeologi. Dalam artian bahwa bukti-bukti pra-sejarah hanya didapat dari barang-barang dan tulang-tulang di daerah penggalian situs sejarah.

Periodisasi

Arkeologi

 Zaman Batu

Zaman Batu terjadi sebelum logam dikenal dan alat-alat kebudayaan terutama dibuat dari batu di samping kayu dan tulang. Zaman batu ini dapat dibagi lagi atas:
Zaman batu tua (Paleolitikum)
Zaman batu tua (palaeolitikum), Disebut demikian sebab alat-alat batu buatan manusia masih dikerjakan secara kasar, tidak diasah atau dipolis. Apabila dilihat dari sudut mata pencariannya periode ini disebut masa berburu dan meramu makanan tingkat sederhana. Pendukung kebudayaan ini adalah Homo Erectus yang terdiri.
Zaman batu tengah (Mesolitikum)
Pada Zaman batu tengah (mesolitikum), alat-alat batu zaman ini sebagian sudah dihaluskan terutama bagian yang dipergunakan. Tembikar juga sudah dikenal. Periode ini juga disebut masa berburu dan meramu makanan tingkat lanjut. Pendukung kebudayaan ini adalah homo sapiens (manusia sekarang), yaitu ras Austromelanosoid (mayoritas) dan Mongoloid (minoritas).

Zaman batu baru (Neolitikum)
Alat-alat batu buatan manusia Zaman batu baru (Neolitikum) sudah diasah atau dipolis sehingga halus dan indah. Di samping tembikar tenun dan batik juga sudah dikenal. Periode ini disebut masa bercocok tanam. Pendukung kebudayaan ini adalah homo sapiens dengan ras Mongoloide (mayoritas) dan ras Austromelanosoide (minoritas).

Zaman Logam

Pada zaman Logam orang sudah dapat membuat alat-alat dari logam di samping alat-alat dari batu. Orang sudah mengenal teknik melebur logam, mencetaknya menjadi alat-alat yang diinginkannya. Teknik pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu dengan cetakan batu yang disebut bivalve dan dengan cetakan tanah liat dan lilin yang disebut acire perdue. Periode ini juga disebut masa perundagian karena dalam masyarakat timbul golongan undagi yang terampil melakukan pekerjaan tangan. Zaman logam ini dibagi atas:
Zaman tembaga
Orang menggunakan tembaga sebagai alat kebudayaan. Alat kebudayaan ini hanya dikenal di beberapa bagian dunia saja. Di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) tidak dikenal istilah zaman tembaga.
Zaman perunggu
Pada zaman ini orang sudah dapat mencampur tembaga dengan timah dengan perbandingan 3 : 10 sehingga diperoleh logam yang lebih keras.
Zaman besi
Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi alat-alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan tembaga maupun perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat tinggi, yaitu ±3500 °C.
Zaman logam di Indonesia didominasi oleh alat-alat dari perunggu sehingga zaman logam juga disebut zaman perunggu. Alat-alat besi yang ditemukan pada zaman logam jumlahnya sedikit dan bentuknya seperti alat-alat perunggu, sebab kebanyakan alat-alat besi, ditemukan pada zaman sejarah.
Antara zaman neolitikum dan zaman logam telah berkembang kebudayaan megalitikum, yaitu kebudayaan yang menggunakan media batu-batu besar sebagai alatnya, bahkan puncak kebudayaan megalitikum justru pada zaman logam.

Nusantara pada periode prasejarah

Nusantara pada periode prasejarah mencakup suatu periode yang sangat panjang, kira-kira sejak 1,7 juta tahun yang lalu, berdasarkan temuan-temuan yang ada. Pengetahuan orang terhadap hal ini didukung oleh temuan-temuan fosil hewan dan manusia (hominid), sisa-sisa peralatan dari batu, bagian tubuh hewan, logam (besi dan perunggu), serta gerabah.

 

Peninggalan masa prasejarah

Peninggalan masa prasejarah Nusantara diketahui dari berbagai temuan-temuan coretan/lukisan di dinding gua atau ceruk di tebing-tebing serta dari penggalian-penggalian pada situs-situs purbakala.
Beberapa lokasi penemuan sisa-sisa prasejarah Nusantara:


Kehidupan Masyarakat dalam Era Tehnologi Informasi

    1. Ciri-Ciri Masyarakat Informasi
      Masyarakat merupakan kelompok orang yang hidup dan
      terjaring dalam suatu kebudayaan tertentu, sebagai pelaku dalam
      kehidupan sehari-hari.24 Masyarakat yang bergumul dengan
      peradaban tehnologi informasi adalah masyarakat masa kini, tetapi
      belum dapat disebut masyarakat modern, sebab mereka belum
      tentu dapat memproduksi barang-barang tehnologi yang dapat
      disebut masyarakat modern.25
      Gaya hidup masyarakat masa kini, khususnya orang-orang
      Islam, berbeda dengan gaya hidup masa dulu, sebab kehidupan
      masyarakat masa sekarang mau tidak mau sudah tidak bisa lepas
      dari tehnologi informasi. Oleh karena itu kesiapan dunia Islam
      sangat diperlukan dalam menerima tehnologi informasi.
      Informasi menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan
      masyarakat masa kini, dan pers sebagai sarana penyampaian
      informasi. Setiap hari masyarakat masa kini membutuhkan
      informasi dari setiap gerak langkah manusia. Melihat pentingnya
      informasi, maka dalam kehidupan masyarakat masa kini
      mengharap hadirnya media massa sebagai pembawa informasi.
      Salah satu bentuk media informasi, yang mudah didapat seseorang
      adalah pers. Oleh karena itu, pers menjadi kebutuhan pokok pada
      kehidupan masyarakat. Masyarakat yang hidupnya bergumul
      dengan informasi, menandakan arti keterbukaan dalam kehidupan
      masyarakat tersebut. Ciri lain yang terdapat pada masyarakat era
      informasi ialah tahu terhadap dunia luar, inovatif, kritis dan
      dinamis.
      Masyarakat Islam masa kini dalam kehidupannya tidak
      terlepas dari proses perputaran informasi, kenyataannya
      masyarakat Islam membutuhkan informasi, untuk membantu
      menentukan langkah-langkah hidup. Dengan cara demikian, secara
      tidak langsung masyarakat Islam bergaul dengan informasi.

2. Kesiapan Dunia Islam Dalam Menerima Informasi
Di era globalisasi media massa dan informasi yang
menyebabkan semakin menipisnya batas-batas sistem komunikasi,
budaya komunikasi dan hukum komomunikasi di masing-masing
negara. Hal ini diakibatkan adanya jaringan komunikasi
masyarakat di masing-masing negara mengalami pembesaran
volume informasi ditambah lagi dengan kecepatan penyebarannya.
Sehingga dikatakan oleh John Naisbitt dan Patricia Aburdene
bahwa dunia kini menjadi sebuah global village.
Mayoritas penduduk muslim di dunia hidup di negaranegara
berkembang. Indonesia merupakan salah satu contoh yang
baru bisa menerima informasi, dan belum mampu untuk
menciptakan informasi dengan baik guna disebarkan pada dunia
luar. Akibatnya dunia Islam menjadi ladang subversi kultural bagi
dunia Barat yang sudah maju di bidang informasi, dan berusaha
memutarbalikkan informasi.
Dunia muslim hingga pada zaman sekarang ini telah
mengalami kolonial cultural atas dunia Barat. Budaya-budaya
Barat telah masuk ke dalam kehidupan kaum muslimin, dan hal ini
tidak terasa atau mungkin memang tidak dirasakan oleh kaum
muslim. Kenyataan ini membuktikan bahwa ummat Islam baru
mampu untuk menerima informasi, tetapi belum mampu untuk
memilah-milah informasi mana yang harus di terima dan mana
yang tidak bisa diterima, atau dengan kata lain belum mampu
untuk memfilter informasi yang ada. Sehingga ummat Islam mau
tidak mau tidak bisa terhindar dari menjalarnya arus informasi
yang ada. Semua ini terjadi karena keterbelakangan ummat Islam
dalam bidang ilmu pengetahuan dan tehnologi, terutama tehnologi
di bidang informasi. Untuk menanggulangi dampak dari arus
informasi yang tidak atau kurang baik, maka perlu adanya strategi
dalam mensiasati masuknya arus informasi dan cara
penggunaannya. Caranya ummat Islam harus mampu untuk
memfilter semua informasi yang masuk, yaitu dengan berpegang
pada syari’at agama. Disamping itu, mencoba untuk mengimbangi
arus informasi dari Barat dengan menciptakan informasi yang
berasal dari kalangan Islam sendiri, yang dikelola dengan baik,
memadukan informasi dengan ilmu pengetahuan dan kebijakan,
serta menempatkannya di dalam matriks pandangan dunia Islam.
Yaitu sebuah informasi yang tunduk pada nilai dasar dan konsep
pokok pandangan Islam.
Informasi (pers) yang diciptakan Islam dapat disisipi
dengan pesan dakwah, yang dikemas dengan baik, sehingga
mereka akan tertarik dan lama-kelamaan tanpa disadari pembaca
akan terpengaruh oleh pesan tersebut, dan tanpa sengaja mereka
telah mengamalkan apa yang telah diterimanya itu dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga ummat Islam dalam menerima
informasi bukan sekedar pasif tetapi justru proaktif.

 


 



 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar